Rabu, 23 Desember 2015

Kita Sekarang

Jakarta, 19 Desember

Malam ini hujan turun hampir diseluruh kota ini, membuat genangan-genangan dijalan yang mengganggu laju kendaraan, suara klakson kendaraan saling bersahutan silih berganti. Sedangkan aku, aku masih didalam kamarku menarik selimut hingga sebatas leher agar tak ada hawa dingin yang mampu menyerang.

Tepat dihari ini, iya hari ini. Hari yang sangat istimewa bagimu, aku tak mungkin melupakan hari ini. Lalu? Kenapa tak ada ucapan apapun dariku untukmu? Kenapa aku lebih memilih menulisnya disini? Takut? Apakah tak ada keberanian sedikitpun? Haha terserahlah, entah apa namanya yang terpenting untuk saat ini hanya inilah cara terbaik ( menurutku ).

Aku tak benar-benar lupa tentangmu, tentang kita, dan seluruh kenangan yang merangkumnya. Bersamamu aku bahagia, bersamamu aku ceria, bersamamu aku lupa tentang luka. Namun kini segalanya harus berbeda; tak ada lagi kamu yang mengisi hariku, tak ada lagi kamu yang membagi kisahmu padaku, tak ada lagi kamu dengan sikap ceria-mu yang membuatku tersipu. Disini aku masih berusaha mencerna semua keadaan yang terjadi selama ini, keadaan yang entah diinginkan oleh siapa.

Kini kita tak seperti dulu lagi, kini semua telah jauh berbeda, bagaikan terdapat jarak amat jauh antara aku dan kamu. Kenangan yang selama ini tersimpan seperti menguap begitu saja, ingatan yang selama ini terekam terbuang dengan mudahnya, namun kedekatan singkat ini tak menjadikan semua itu tak berarti. Terasa singkat, semua terasa singkat, kedekatan yang terjalin dan terangkum ini terasa sangat singkat, memang tak banyak kenangan yang kita lalui bersama, namun bagiku kenangan itu tak mampu dengan mudah kulupakan.

Aku tak menganggap hubungan kita tak baik-baik saja, namun memang tak bisa dikatakan baik-baik saja. Beginilah kita sekarang; kamu dengan persepsi dan ego-mu sedangkan aku dengan persepsi dan ego-ku, ego-ku tak sepenuhnya salah dan persepsimu pun tak seratus persen tepat. Jujur, hingga saat ini aku tak mampu melupakanmu, melupakan semuanya. Terkadang masih terdapat sedikit harapku agar semua kembali seperti dulu, namun aku mengerti semuanya tak mungkin kembali, atau mungkin memang lebih baik seperti ini.

Tanganku mulai gemetar menulis ini, nafasku mulai sesenggukan tak terkendali, mulai terdapat air yang menggenang dikantung mataku yang siap membanjiri pipi, memikirkan hal yang bahkan hingga kini aku pun tak tahu siapa yang salah diantara kita, apa yang salah diantara hubungan kita? Dan siapa yang harus disalahkan?

Princess & Hero

Jumat, 24 Juli 2015

Hari Esok Tanpamu

  "Semoga hujan ini menghapusnya; menghapus bayangmu dan menghapus semua kenangan tentangmu. Semoga diri ini mampu tertawa saat luka, bangkit walau sulit, mampu bertahan walau tak lagi diharapkan."

Sebuah pengharapan yang sia-sia menurutku, aku sadar akan sulit bagiku melupakanmu, melupakan semua kenangan tentangmu. Aku tak menyangka hubungan kita akan menjadi seperti sekarang, hubungan yang kita awali dengan sangat baik iniharus hancur berkeping-keping, hancur hingga tak mampu bagiku menyatukannya kembali.

Hubungan kita yang kita awali dengan perkenalan singkat, lalu kita mulai sangat dekat, hingga tercipta suasana yang hangat, dapat hancur seketika hingga tak berbentuk lagi. Kini kita saling menjauh, menjauh bahkan harus sangat jauh, berusaha untuk tak lagi saling mengenal satu sama lain. Aku tak begitu mengerti apa yang ada dalam pikiranmu, yang kumengerti ini adalah pilihanmu.

- Kamu ingin kita saling menjauh ?

• Aku mencoba

- Kamu ingin kita melupakan semuanya?

• Aku berusaha

- Kamu ingin kita saling melupakan ?

• Aku pun berharap


Aku tahu dan aku mengerti, melupakanmu akan menjadi hal yang amat sulit, bahkan penuh dengan rasa sakit. Namun aku akan tetap bertahan dalam kesepian, kesepian yang akhirnya akan membawaku terbiasa tanpamu, tanpa senyummu.

Mulai esok setiap hari akan terasa kelabu. Butuh tekat besar untuk menjauh darimu, butuh waktu yang tak singkat untuk melupakanmu. Terkadang dalam pikirku masih terlintas pertanyaan-pertanyaan dengan sedikit pengharapan. Tak cukupkah kenangan kita mempertahankan cinta ini? Pikirku mulai bertanya-tanya mengapa kita harus seperti ini? Mengapa harus hubungan kita yang mengalami nasib seperti ini? Tak bisakah Tuhan yang mampu membolak-balikan perasaan menyatukan kita lagi? Namun kini aku sadar bahwa aku hanya perlu menjalankan skenario terbaik-Nya.

Biarkan hari lalu menjadi kenangan bukan untuk dilupakan, namun hanya menjadi cerita dimasa yang akan datang. Tak mau lagi larut dalam kesedihan, terpuruk dalam hal yang itu-itu saja. Mulai hari ini, esok, lusa, kapanpun dan dimanapun aku akan mulai berjalan menyusuri hari yang tak lagi seteduh senyummu. biar kucari tempat lain yang akan menjadi tempat persinggahanku, tempat baru untuk berbagi kisah denganku.




Thanks To : Desi Kurnia Wulandari


Kamis, 14 Mei 2015

Sekali Lagi Tentangmu

  Hari ini masih seperti hari kemarin, masih dengan luka yang kau goreskan, luka yang tertancap telalu dalam yang tak pernah kubayangkan selama ini. Entah apa yang membuatku tak mampu untuk sedikit saja menyembuhkannya. Aku benar-benar telah lupa bagaimana cara untuk membuat ini menjadi lebih baik.

  Sebenarnya aku tak pernah membayangkan akan hal ini; kamu yang selalu menjadi topik utama dalam setiap perbincanganku dengan teman-temanku, yang selalu menjadi peran utama dalam setiap mimpiku, yang selalu membuat nafasku cekat tiap kali bertemu pandang mampu menghianati janji kita, menghianati setiap komitmen yang telah kita buat bersama.

  Seluruh waktu terasa sia-sia saat semua ini berakhir, semua mimpi terasa sirna saat kau bilang ini telah berakhir. Aku masih setengah sadar saat kau mengatakan bahwa kita harus berakhir. Aku tak mampu menahanmu, bukan karna aku telah hilang rasa terhadapmu, namun aku tahu bahwa hatimu tak lagi milikku.

  Ini bukanlah tulisan pertamaku tentangmu, aku-pun tak tahu pasti berapa banyak yang telah kutulis untukmu. Namun entah bagaimana aku masih sulit untuk tak menjadikanmu peran utama dalam setiap tulisanku. Aku tahu kita tak mungkin bersama (lagi). Namun bagiku, kamu meninggalkan pertanyaan yang tak kau jawab. Kamu bilang aku terlalu sibuk dengan urusanku, kamu bilang aku sudah tak peduli padamu. Apakah kau tak dapat memercayainya, bahwa hatiku hanya untukmu? Bahwa hatiku selalu ada didekatmu? Bahwa semua yang kulakukan selama ini hanya untuk membuatmu bangga? membuatmu dengan bangga mengatakan "Iya, dia kekasihku" membayangkan kau mengatakannya pun aku terasa senang.

  Aku benar-benar tak menyangka bahwa kamu akan salah mengira semua ini, semua hal yang kulakukan hanya untukmu, untuk membanggakanmu. Entah apa yang membuatmu berpikir seperti itu, berpikir bahwa aku tak lagi milikmu, bahwa aku tak peduli padamu. Aku hanya ingin kau mengerti bahwa yang kulakukan selama ini adalah untukmu, agar aku dapat menjadi laki-laki yang pantas kau banggakan.

  Namun kini aku tak perlu lagi memikirkannya, memikirkan semua tentangmu, tentang kita dan semua kenangannya. Setelah hari itu aku mengerti bahwa kita tak mungkin bersama, bahwa kita memang tak pantas bersama. Setelah hari itu aku mengerti bahwa tak segala sesuatu dapat dipaksakan.

  Perih? Iya. Sakit? Sangat. Namun inilah yang harus kuhadapi, kenyataan bahwa kamu tak lagi milikku, kenyataan bahwa esok dan seterusnya tak akan ada lagi kamu didalam hari-hariku, tak akan ada lagi senyum-mu yang selalu menjadi semangatku. Aku harus bisa, dan aku harus mampu. Walau harus menahan perih, walau harus jatuh ribuan kali, aku akan bangkit lagi. Meski butuh ratusan hari, meski butuh puluhan bulan, aku akan berusaha untuk tak lagi menjadikanmu peran utama dalam hariku.

  Sekian tulisanku kali ini tentangmu, ini bukanlah yang terakhir karna melupakanmu amat sulit bagiku. Jangan pernah memintaku untuk melupakan mu, karna kau pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupku.

Selasa, 14 April 2015

Entah-Harus-Disebut-Apa ?

Aku masih sibuk menunggumu, direstoran yang berada dilantai tertinggi bangunan ini, ditempat favorit kita; disamping jendela besar yang menampilkan jakarta malam ini, dengan kerlap-kerlip lampu yang meneranginya, dengan klakson kendaraan yang saling bersahutan. Sebentar lagi kita akan bertemu, sesaat lagi rindu ini akan sampai diujung penantiannya.

Aku tak begitu mengerti tentang hubungan kita yang entah harus disebut apa, tentang hubungan yang entah dinamakan apa. Kita seperti terjebak dalam permainan kita sendiri, permainan yang entah kapan kita mulai memainkannya dan dengan
begitu saja kita mulai menikmatinya.

Aku tahu kau memiliki orang yang kau cintai, kau pun tahu aku begitu. Namun entah kenapa kita begitu menikmati ini. Ini bagaikan permainan petak umpet yang biasa kita mainkan saat kita kecil dulu, hanya saja mungkin kali ini akan ada
hati yang tersakiti jika salah satu diantaranya kalah , entah aku-kamu atau mereka.

Kamu terus berusaha menyembunyikanku dari kekasihmu, dan aku pun berusaha menyembunyikanmu dari kekasihku. Entah hingga kapan kita harus memainkan permainan ini, bukan karna aku bosan, namun aku tahu bahwa akan ada yang tersakiti dan bahwa mungkin hubungan kita tak akan berhasil dan bertahan lama.

Namun ketika bersamu aku merasakan hal yang telah lama hilang, hal menarik yang telah lama kulupa bagaimana rasanya, denganmu aku seperti menemukan kebahagianku, menemukan lagi potongan dari diriku yang telah hilang entah kemana. Entah memang rasa percaya diri yang terlalu tinggi atau apa, tapi menurutku kau pun merasakan hal yang sama.

Kuakui aku menikmati hubungan kita yang seperti ini. Kita hanya ada ketika salah satu diantara kita merasa bosan dengan kehidupan sehari-hari, bosan dengan kekasih masing-masing. Kita tak berhak menuntut satu-sama-lain, kita pun tak berhak untuk cemburu, kita hanya perlu mengerti posisi kita, mengerti bagaimana setiap tokoh memainkan perannya dalam teater ini.Tak perlu perhatian yang terlalu dalam, bahkan hanya sekedar peluk dan cium dalam barisan emoticon-pun cukup. Selebihnya biarlah permainan ini sampai digaris akhir, atau biarkan saja para tokoh
utama lelah dan perlahan menghilang.